Minggu, 29 Maret 2009

pendidikan negeri dongeng

Kata Pengantar Pameran Foto “Pendidikan Negeri Dongeng” yang digagas oleh HIMA TEKPEN Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ketika salah satu program pemerintah kita yang mencanangkan sebuah tujuan mulia yaitu Ikut Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, kata ‘Pendidikan’ menjadi sesuatu yang paling esensial yang dapat dijadikan landasan & media bagi tercapainya cita-cita bangsa tersebut. Agaknya, harapan tentang manisnya buah pendidikan yang dapat dimakan oleh bangsa kita secara lebih merata menjadi sebuah khayalan semu bagi sebagian besar anak bangsa ini.

Ditulisnya novel “Laskar Pelangi” oleh Andrea Hirata yang bercerita tentang kisah nyata wajah muram pendidikan di daerah Belitong melalui cerita humanisme 10 orang anak SD Muhammadiyah yang miskin, mau tidak mau membuka mata kita bahwa masalah pendidikan bagaikan sebuah barang mewah yang tidak semua anak negeri ini dapat menikmatinya. Begitu pula satir tentang pendidikan lewat film “Denias” yang bercerita tentang kisah nyata perjuangan seorang anak di negeri papua, dengan kegigihannya serta dengan bantuan seorang tentara baik hati (diperankan oleh aktor Ari Sihasale), denias dapat berhasil memperoleh sebuah pendidikan yang layak baginya.

Semua kisah nyata tentang pendidikan di tanah air yang diangkat menjadi sebuah novel maupun film tersebut adalah cermin tentang dunia pendidikan yang nyata & aktual di bumi pertiwi ini. Oleh karena itu, pendidikan dirasakan sebagai sebuah mimpi di Negeri Dongeng yang kadang hanya bisa diimajinasikan oleh mereka yang belum sempat mengenyamnya. Berdasarkan kesadaran kolektif tersebut, Pameran Foto “Pendidikan Negeri Dongeng” yang digagas oleh Himpunan Mahasiswa Teknologi Pendidikan & PERFORMA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mencoba memaparkan kegelisahan tersebut melalui visual foto. Sekitar 50 karya fotografi yang berasal dari beberapa perkumpulan foto kampus yang ada di kota bandung, menjadi saksi hidup tentang potret pendidikan yang ada saat ini.

Karena keunikan fotografi adalah dapat merekam sebuah citra, dengan melihat karya-karya foto yang dipamerkan ini masyarakat dapat menilai dengan bebas dan menginterpretasikannya masing-masing tentang masalah pendidikan tersebut. Walaupun harus diakui bahwa pameran foto ini masih merupakan langkah & gerakan kecil dari beberapa masyarakat pendidikan yang mau peduli. Karena walau bagaimanapun, sesuatu yang besar itu terjadi bila kita mengerjakan sesuatu yang kecil dengan benar. Harapan nya adalah agar setidaknya kita sadar bahwa realitas maupun mimpi itu ada.

Misalnya saja foto yang menggambarkan tentang dua orang anak jalanan yang tengah tersenyum sambil memegang lem aibon karya Yusviza Ahmad. Betapapun kita dapat melihat bagaimana jadinya masa depan yang dimiliki oleh mereka ketika definisi kebahagiaan menurutnya adalah dengan mengisap lem aibon tersebut. Lain halnya ketika kita melihat karya-karya foto lain yang menyuguhkan keceriaan & kebahagiaan yang memang sepatutnya mereka dapatkan. Sehingga keterkaitan foto yang muncul menjadi paradoks, terlebih bila senyum yang terpancar dari wajah anak-anak tersebut dianalogikan dengan nilai kebahagiaan.

Setidaknya pameran foto ini dapat menstimulan masyarakat pendidikan yang lain untuk berbuat serupa sehingga beban tanggung jawab tersebut dapat diemban secara bersama meskipun mungkin dimulai dengan sebuah mimpi, Pendidikan Negeri Dongeng. Seperti kata Gloria Steinem,”Tanpa adanya lompatan imajinasi ataupun impian, kamu akan kehilangan kemungkinan yang mendebarkan. Impian adalah bentuk dari perencanaan. Salam. Fotografi Bergerak!!!

-g.sedayu
bandung, 29 April 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar