Sabtu, 28 Maret 2009

Humanography

Humanography

adalah sekedar ‘bahasa’ yang kebetulan saya gunakan untuk merepresentasikan karya foto yang menggali spirit, hati dan jiwa manusia dalam kehidupan semesta masa kini. Termasuk di dalamnya foto-foto yang berupa profil manusia individu dan aktivitas manusia dengan segala interaksinya. Ketika fotografi mampu merekam realita yang terjadi di sekitar kita dengan hanya sepersekian detik saja, di saat itulah seorang manusia memiliki tanggung jawab terhadap karya foto yang diciptakan atas respon publik yang melihatnya sebagai hasil visual dari fotografi.

Meski hal-hal teknis bukan menjadi dosa dalam fotografi, ada baiknya kita mulai melihat keluar dari hal-hal teknis tersebut (yang kadang menyesatkan). Saat kita hendak menciptakan sebuah foto, kita tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan karya foto itu saja akan tetapi kita harus mampu memahami tentang karya foto yang kita buat. Karena itu menurut saya karya foto itu ada dua, yaitu karya foto yang baik dan karya foto yang bermakna.

Fotografi yang diperkenalkan ke dunia sejak tahun 1839 secara sadar atau tidak sangat memberikan kontribusi kepada sejarah peradaban manusia di bumi. Fotografi secara gamblang dan dengan mudahnya merekam wajah-wajah manusia yang menghias cerita dunia. Wajah yang bengis seperti Adolf Hitler, yang lucu seperti Mr.Bean, yang sexi seperti Madonna, yang kaya seperti Bill Gates dan yang sensasional seperti Sumanto (dari Indonesia tentunya).

Fotografi pun berfungsi menghasilkan sebuah citra yang pada akhirnya menimbulkan opini manusia yang beragam pula. Seperti film Flags of Our Father yang disutradarai oleh Clint Eastwood. Film ini sebenarnya mengetengahkan citra foto dari sekelompok tentara yang mengibarkan bendera Amerika Serikat di sebuah puncak bukit. Lalu ada film Afghan Girl yang menceritakan seorang fotografer dari National Geographic, Steve Mccury yang mencari jejak wajah seorang gadis cilik dari sebuah foto yang diambilnya di Afghanistan setelah 17 tahun lamanya.
Mengapa citra tersebut begitu kuat, jawabannya adalah karena ada cerita mengenai manusia (human) di dalamnya. Kehadiran manusia di jagat raya ini memberikan harapan kepada sebuah perdamaian yang telah lama didambakan bahkan sebelum Karl May menulis bukunya yang berjudul Peace on Earth (Damai di bumi) dengan tokohnya kepala suku Winetou dan sebelum seorang Seneca yang pernah berkata bahwa dimana ada seorang manusia maka disana akan ada kesempatan untuk kebaikan hati.

Bila terkadang kita sebagai manusia melihat masa lalu dengan penuh penyesalan atau melihat masa depan dengan penuh ketakutan, tinggalkan lah perasaan itu. Marilah kita sebagai manusia melihat masa kini dengan penuh kesadaran dan fotografi dapat membantu untuk merekam segala realitas kesadaran tersebut.
Salam. Fotografi bergerak!!

Tulisan ini diberikan pada acara seminar fotografi di universitas islam bandung.

bandung, 12 desember ‘07

Galih Sedayu
Fotografer & Pegiat Foto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar