Rabu, 01 April 2009

Pencarian Tak Berujung Demi Kelangsungan Peradaban Cahaya

PENCARIAN TAK BERUJUNG DEMI KELANGSUNGAN PERADABAN CAHAYA


Kita tidak akan mempunyai cahaya tanpa ada kegelapan melekat di dalamnya
-Arlo Guthrie-


Tahunnya 1839, saat fotografi dipersembahkan ke dunia berkat penemuan seorang Louis Jacques-Mande Daguerre (1767-1851). Sejak itu dimulailah sebuah peradaban cahaya yang memiliki jutaan umat di muka bumi ini. Bangsa ini sangat beruntung karena 2 tahun setelah penemuan fotografi yang fenomenal tersebut (1841), kita dapat turut merasakannya lewat fotografer Jurian Munich yang membawanya ke Batavia kala itu. Hingga kini yang telah memasuki era digital, fotografi menjadi sebuah candu yang semakin banyak diminati terutama oleh kaum muda.

Daya magnet fotografi itulah yang menghipnotis sekelompok muda pecinta cahaya asal Universitas Islam Bandung (Unisba) yang menamakan dirinya “Jendela Edukasi Pemotret (Jepret)”, untuk menghelar sebuah kegiatan dalam bentuk Pameran Foto yang bertajuk “Jalan Cahaya”. Tajuk ini mereka ambil sebagai sebuah perayaan untuk mengingat kembali esensi cahaya dari disiplin fotografi. Lebih jauh lagi sesungguhnya mereka berusaha mengungkapkan rasa sukurnya kepada Sang Pencipta yang memegang kendali terhadap kuasa cahaya itu sendiri. Melalui Pameran Foto ini pula mereka berkontemplasi terhadap keberadaan cahaya yang hidup. Bagaimana mereka mendefinisikan cahaya melalui mata hatinya. Bagaimana mereka mengeksplorasi skill dan wawasan sesuai dengan ketertarikan visual yang mereka miliki. Juga bagaimana mereka bertanggung-jawab terhadap imaji-imaji yang mereka rekam. Ada sekitar 50 buah karya foto yang dipamerkan oleh mereka dan tentunya ikut memberikan kontribusi terhadap perkembangan fotografi khususnya di kalangan masyarakat pendidikan. Meski karya-karya foto yang dihasilkan oleh mereka belum sepenuhnya utuh tetapi harapannya adalah agar mereka dapat selalu belajar untuk membuat jejak sehingga langkah mereka tidak berhenti di sini saja.

Pada dasarnya fotografi yang tidak bisa lepas dari peran cahaya itu adalah sebuah cara melihat. Freeman Paterson dalam bukunya yang berjudul “Photography and the Art of Seeing”, mengungkapkan bahwa ‘melihat’ sesuatu (dalam konteks merekam gambar) berarti menggunakan rasa, intelektualitas dan emosi yang kita punya. Kita bisa memulainya dengan sebuah pengamatan yang cermat terhadap apa yang terjadi di sekitar kita. Bagaimana kita dapat mengelola cahaya-cahaya dalam bentuk benda maupun peristiwa untuk kemudian diabadikan oleh optis kamera. Oleh karena itu, gambar yang baik, foto yang baik tidak melulu dihasilkan dari sebuah perjalanan yang ribuan mil jauhnya dari rumah. Selama cahaya tetap menemani manusia, fotografi akan selalu menjadi saksi cahaya. Karenanya tetaplah merekam agar penggalan-penggalan visual yang selalu bergerak dalam drama kehidupan ini menjadi beku dan tercatat dalam sejarah peradaban cahaya. Selalu dan selamanya.

Salam. Fotografi bergerak!! Bandung, 25 Maret 2009

Galih Sedayu
Fotografer & Pegiat Foto

Tulisan ini diberikan sebagai kata pengantar pada Pameran Foto “Jalan Cahaya” karya teman-teman JEPRET Universitas Islam Bandung yang berlangsung pada tanggal 30 maret s/d 5 april 2009 di Galeri Kita Jl RE Martadinata No 209 Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar