Rabu, 01 April 2009

fotografi sebagai alat kebutuhan masyarakat dunia

a writting in photography seminar, "photography as a visual need of citizen of the world" for maphac (photography club of maranatha christian university).

Fotografi sebagai alat kebutuhan masyarakat dunia

Sudah layak dan sepantasnya lah bahwa kita sebagai bagian dari masyarakat dunia, sangat berterimakasih kepada dua orang tokoh yang bernama Joseph Nicéphore Niépce dan Louis-Jacques-Mandé Daguerre. Yang mana berkat kolaborasi mereka berdua akhirnya manusia diberkahi sebuah penemuan besar pada tahun 1839 yaitu “Fotografi”. Bahkan 2 tahun setelah itu, kita sangat beruntung dapat merasakan kehadiran fotografi tersebut melalui Dr Jurrian Munich yang membawanya ke Indonesia (yang pada saat itu namanya masih Hindia Belanda) pada tahun 1841. Meski sangat disayangkan bahwa peninggalan karya-karya foto Munich relatif tidak ada yang tersisa hingga kini. Setelah Munich, dua orang fotografer asal inggris yang bernama Walter Woodbury dan James Page datang ke Indonesia pada tanggal 18 mei 1857. Atas jasa mereka berdua inilah, tonggak sejarah pendokumentasian di Indonesia diletakkan. Buku-buku fotografi yang mereka buat antara lain Photographers Java, Raja Van Lombok, Eerste Minister Van Buleleng dan Pintoe Ketjil Batavia membuktikan buah karya mereka. Barulah setelah itu semua, muncul fotografer pribumi asal jawa yang bernama Kassian Cephas. Saat itu Kassian yang merupakan anak angkat pasangan Adrianus Schalk dan Eta Philipina Kreeft, bekerja sebagai juru potret keraton dan kesultanan. Lewat kemampuan fotografinya, sekitar 160 panil relief Karmawibhangga Candi Borobudur yang bertutur tentang alur atau gelombang (Whibhangga) dan perbuatan (Karma) kehidupan manusia semasa hidup dan setelah mati diabadikan sekitar tahun 1875. Sampai pada akhirnya, nama-nama fotografer dunia pun bermunculan untuk mengukir sejarah fotografi. Seperti Alfred Stieglitz, Edward Steichen dan Jacob Riis di era tahun 1880-1918. Lalu ada Dada, Margareth Bourke-White dan August Sanders di era tahun 1918-1945. Manuel Alvarez Bravo dan Shomei Tomatsu di era tahun 1945-1975. Dan Sebastiao Salgado di era tahun 1875 sampai sekarang. Hingga saat ini pula, fotografi selalu digunakan untuk merekam segala kejadian dan peristiwa yang mengukir sejarah peradaban manusia di jagat raya ini.

Dewasa ini, fotografi mau tidak mau sudah menjadi alat kebutuhan masyarakat dunia. Sebagai contoh fotografi sebagai alat kebutuhan dokumentasi. Segala acara dari mulai pernikahan, ulang tahun, pesta wisuda, launching produk sebuah perusahaan, dan berbagai acara lainnya pastinya membutuhkan fotografi. Disini fotografi berfungsi sebagai pengarsipan (dokumen) sebuah peristiwa tertentu yang biasanya berkaitan dengan emosi seperti rasa haru, gembira, sukacita dan kesedihan. Dalam konteks ini lepas dari suka atau tidak suka, fotografi sudah menjadi bagian dari sebuah industri ketika berhadapan dengan demand rutin dari masyarakat sesuai dengan kebudayaannya masing-masing.

Lalu kita bisa juga menghubungkan fotografi sebagai alat kebutuhan sejarah. Dalam hal ini fotografi berfungsi sebagai sebuah catatan yang merekam segala kejadian, peristiwa dan momen yang terjadi di planet bumi secara visual. Kita ambil contoh yaitu salah satu karya foto hasil bidikan fotografer O Louis Mazzatenta pada tahun 1983 yang menggambarkan sebuah tengkorak perempuan dengan posisi yang sedang terjatuh dengan dua buah cincin yang melingkar di jarinya serta gelang emas yang tergeletak di sisinya. Foto ini sebenarnya menceritakan tentang akibat sebuah peristiwa alam yang dashyat, dimana pada tahun 79 SM telah terjadi letusan gunung Vesuvius di Italia yang menghancurkan kota Pompei.

Selain itu fotografi dapat digunakan sebagai alat kebutuhan media iklan (advertising). Benetton, sebuah perusahaan global pembuat pakaian dan perlengkapan busana (apparel), sejak tahun 1984 mulai menggunakan jasa seorang fotografer yang bernama Oliviero Toscani dalm hal merancang dan mengarahkan iklan-iklannya. Dengan slogan terkenalnya “United Colors of Benetton”, unsur fotografi menjadi yang paling dominan dalam mengkomunikasikan produknya bagi kepentingan konsumen. Tercatat beberapa iklan Benetton menuai kontroversi publik meski mereka sadar sepenuhnya tentang tujuan foto yang mereka sampaikan. Dari mulai foto seorang pemuda yang tengah sekarat karena penyakit AIDS, foto seorang perempuan berkulit hitam sedang menyusui bayi berkulit putih, foto seorang pendeta dan biarawati yang sedang berciuman sampai pada foto seorang pemuda yahudi memeluk pemuda arab dimana uang memancar dari bola dunia yang sama-sama mereka pegang. Walau bagaimanapun sebuah kreativitas pada akhirnya harus berkompromi terhadap norma dan etika yang diciptakan oleh masyarakat.

Sebenarnya masih banyak lagi hal yang dapat dijadikan contoh mengenai fotografi sebagai alat kebutuhan masyarakat dunia. Semisal fotografi sebagai alat kebutuhan jurnalistik, komersil, kreativitas, media kampanye, publikasi dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah bahwa fotografi dengan citra visual yang dimilikinya menjadi mudah dicerna dalam kultur masyarakat kita yang lebih banyak mengkonsumsi produk visual ketimbang tulisan.
Jika Mark Twain pernah berkata : “Bekerjalah bagaikan tak butuh uang. Mencintailah bagaikan tak pernah disakiti. Menarilah bagaikan tak seorang pun sedang menonton”, mungkin kita bisa sedikit meniru nilai filosofis tersebut dengan “Memotretlah bagaikan tak peduli meski dunia berhenti berputar”.

Salam. Fotografi bergerak!!!

Bandung, 5 September 2008

Tulisan ini diberikan kepada mahasiswa/i klub fotografi MAPHAC
Universitas Kristen Maranatha pada tanggal 13 September 2008

galih sedayu
fotografer & pegiat foto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar